Iran dan Libya mempunyai kesamaan dan tentunya perbedaan.

Dulu Irak diinvasi AS dan sekutunya dan menumbangkan Saddam Hussein tanpa otorisasi dari PBB.

Libya juga demikian bersamaan dengan revolusi musim semi Arab, namun dengan otorisasi dari PBB dan Moammar Ghaddafi tewas dalam peristiwa tersebut.

Butuh waktu yang lama bagi Irak untuk bangkit, dan sebagian besar cadangan emas di perbankan Irak sudah dikuras AS sebelum diberikan izin untuk mendirikan pemerintahan pengganti yang toh belakangan AS juga mendirikan ISIS di Irak.

Sementara itu, di Libya, transisi terjadi langsung ke pemerintahan sipil dan sekarang dipimpin oleh GNA yang diakui PBB, tapi tetap negara NATO dan Eropa masih terus ikut campur dengan urusan Libya hingga akhirnya terpecah seperti sekarang.

ISIS juga pernah berdiri di Sirte dan butuh 700 korban tewas pasukan GNA untuk menumbangkannya. Kini Sirte malah jatuh ke tangan pemberontak LNA yang mengambilnya dati GNA saat mengepung Tripoli.

Dari kemiripan ini wajar Irak berdiri di pihak GNA yang berkedudukan di Tripoli. Berbeda dengan sekutunya Suriah yang lebih mendukung LNA dan bahkan mengakui LNA sebagai pemerintahan yang sah. Kedutaan Libya di Damaskus juga diberikan kepada LNA.

Dalam twitter PM Irak, Mustafa Al Kadhimi, pernah mengungkap pembicaraannya dengan PM GNA Libya Fayez Al Sarraj saat LNA hampir masuk ke jantung kota Tripoli.

Saat itu kebetulan Al Kadhimi baru dilantik PM Irak yang baru yang dinilai sebagai orang dekat AS dan sekaligus Iran.

Dengan mengungkap di Twitter, Irak seperti memberi pesan bahwa pihaknya mendukung pemerintahan GNA yang diakui PBB dan dunia internasional.

Walaupun ISIS lahir di Irak, pemerintahan Baghdad kelihatan low profile dan tidak mengumbar kebijakan politik luar negerinya. Bahkan saat ISIS sudah berhasil ditaklukkan di Mosul, Irak juga tidak mengejar ISIS yang sudah menyebar ke berbagai penjuru dunia, kecuali di Suriah.

Di Suriah, Irak mengirimkan milisinya untuk terus menggempur posisi ISIS. Sementara itu, ISIS masih eksis di Mesir (Sinai), Somalia (Al Shabab) dan Nigeria (Boko Haram), dan Baghdad tidak pernah berkomunikasi dan mengumumkan akan ikut melawan ISIS di negara-negara tersebut.